.
  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Salam The KingAnda Bisa Menunda Untuk Berubah Karena Banyaknya Urusan. Tapi Hidup Tidak Pernah Menunda Urusannya Untuk Menunggu Anda Berubah. Sebuah rencana yang hebat dapat gagal hanya karena kurangnya kesabaran. ....
  • Salam The King: Jika anda tidak pernah merasakan kegagalan, itu artinya anda belum mengetahui artinya sebuah keberhasilan. ...
  • Salam The King: :Daripada Mengeluh Mawar bertangkai penuh duri, Lebih baik bergembira bahwa tangkai berduri itu berbunga mawar ...
  • Salam The King: Dunia ini ibarat sebuah lautan yang luas, dan kita adalah kapal yang berlayar dilautan yang telah banyak kapal karam didalamnya. Namun andai muatan kapal kita adalah iman,dan layarnya adalah takwa, yakinlah bahwa kita tidak akan pernah tersesat dilautan kehidupan itu. ...
  • Salam The King: :Jangan biarkan cintamu dalam ketakutan, percayalah bahwa akhirnya kamu dan dia akan hidup bersama. Saling percaya dan setia....
  • Kenangan Semasa SMK

    Sugeng rawuh/selamat datang di my Blogger,dapatkan informasi menarik setiap bulannya....

  • CAR FREE DAY Kota Klaten Bersinar

    Jadilah orang yang bermanfaat bagi orang lain walau terkadang qt sllu mrasa di rugikan, jangan berhenti,sebelum Allah benar-benar memberhentikan langkah dan hidup qt. Jangan gampang menyerah selagi msih bs brnafas dan msh kuat berdiri. ..

  • Foto Ijazah,keren kan :p

    Hallo,apa kabar rekan pengunjung blogger,semooga sehat-sehat semua,, semoga info yang saya update bermanfaat untuk kita semua.amin....

  • TEKNIK KOMPUTER dan JARINGAN.

    Selamat membaca-baca isi blog sederhana saya semoga sempat berkunjung kembali:) ...

visitor

free counters

Jam

Minggu, 15 Juli 2012

Bacaan ketika setan membisiki kekufuran

Posted by Handiyas Prabowo On 18.39 No comments



Bacaan ketika setan membisiki kekufuran, dikutip dari buku berjudul : DZIKIR DOA & PERBUATAN PENGUSIR SETAN BERDASARKAN AL-QUR’AN & AS-SUNNA, Disertai Risalah, “Penjelasan yang Haq tentang Masuknya jin ke Dalam Diri manusia & Bantahan terhadap Orang yang mengingkarinya, karya Al -Imam Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz.” , karya Syaik Ali bin Muhammad bin Mahdi al-Qarni, Dimurajaah Oleh: Syaikh Abdullah bin Jarullah al-Jarullah, Penerbit Darul Haq, Jakarta, Cetakan I, Juli 2010 M, tebal 158 halaman, halaman 31-33.
 K. Bacaan ketika setan membisiki kekufuran
[1] Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Setan akan datang kepada salah seorang di antara kalian , lalu ia berkata, ‘Siapakah yang menciptakan ini? Siapa yang menciptakan itu?’ Sampai ia berkata, ‘Siapa yang menciptakan Rabbmu (Tuhanmu)?’ Apabila bisikan-bisikan seperti itu menghampirinya, maka hendaklah ia memohon perlindungan kepada Allah dan hendaklah ia menyudahinya (Faidzaa balaghohu falyasta’idz billaahi walyantahi)’.”
Di sebagian jalan periwayatannya disebutkan,
“Barangsiapa yang mendapatkan sesuatu dari hal itu, maka hendaklah ia berkata, ‘Aku beriman kepada Allah (Amantu billahi)’.
 Dan di sebagian jalan periwayatannya yang lain disebutkan,
“Maka hendaklah ia mengucapkan, ‘Aku beriman kepada Allah dan para rasulNya (Amantu billahi wa rusulihi)’.” 1

1 Diriwayatkan oleh al-Bukhari, Kitab Bad al-Khalq, Bab Sifat Iblis wa Junudihi, no. 3276; Muslim, Kitab al-Iman, Bab Bayan al-Waswasah fi al-Iman , no. 4721; an-Nasa’I dalam ‘Amal al-Yaum wa al-Lailah, no. 662; dan Ibnu Sunni, no. 625.
Dan ketahuilah, bahwasannya setan tidak memililki kekuasaan kecuali atas orang-orang kafir, adapun orang-orang yang beriman, maka setan tidak memiliki kekuasaan atas diri mereka. Setan tidak mampu menyesatkan mereka kecuali dengan cara menganggu.

[2]. Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
“Datang beberapa orang dari sahabat-sahabat Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, lalu mereka bertanya kepada beliau, ‘Sesungguhnya kami mendapatkan dalam diri kami sesuatu (pemikiran yang sangat buruk) yang dianggap perkara besar bagi seseorang di antara kami untuk mengatakannya.’ Maka Nabi menegaskan, ‘Apakah kalian telah mendapatinya?’ Mereka menjawab, ‘Ya.’ Nabi bersabda, ‘Itulah keimanan yang nyata (Dzaalika shoriihul iimaan)’.”
Dan di dalam riwayat yang lain, “Itulah keimanan yang murni (Tilka mahdhul iimaan)’.”1

1 Diriwayatkan oleh Muslim, Kitab al-Iman, bab Bayan al-Waswasah fi al-Iman wa Ma Yaquuluhu Man Wajadaha, 2/512, an-Nawawi.
                Imam an-Nawawi rahimahullah berkata, “(Sabda Nabi), ‘Itulah keimanan yang nyata (Dzaalika shoriihul iimaan)’ dan’ Itulah keimanan yang murni (Tilka mahdhul iimaan)’, maksudnya adalah bahwa ketika kalian memandang sesuatu (pemikiran yang buruk) untuk diucapkan adalah merupakan perkara besar, maka itulah yang disebut keimanan yang nyata, karena memandang hal tersebut sebagai perkara besar, sangat takut darinya dan dari mengucapkannya, apalagi meyakininya, hal itu tidak akan terjadi kecuali pada orang-orang yang benar-benar telah sempurna keimanannya dan telah hilang keragu-raguan dan kebimbangan darinya.”2

2 Syarh shahih Muslim, karya an-Nawawi, 2/512.

Dikutip dari buku berjudul: Syarah Do’a & Dzikir Hishnul Muslim, Penulis:  Dr. Sa’id bin Wahf Al-Qahthani, Cet. I, Darul Falah, Jakarta, 2007, hal. 354-357
40. DO’A ORANG YANG TERTIMPA KERAGUAN DALAM IMAN
134. ”Berlindung (isti’adzah) kepada Allah.” (Isti’adzah adalah mengucapkan a’udzu billahi minasy syaithonirrajiim-red.)
                “Berhenti dari keraguannya.”  (Muttafaq ‘alaih) 268

268 Dua buah alinea di atas berada dalam satu buah hadits yang ditakhrij Al-Bukhari, dalam Fathul Bari,
(6/336), no. 3276; dan Muslim (1/20), no. 134 dan 214.
Perawi hadits ini adalah Shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
135. “Dia berkata, ‘Aamantu Billaahi wa rusulihi – Aku beriman kepada Allah dan para Rasul-Nya.” (Diriwayatkan muslim) 269

269 Muslim, (1/119-120), no. 134 dan 212.

Perawi hadits ini adalah Shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu
                Seutuhnya hadits ini adalah sabda beliau Shalallahu ‘Alaihi Wasallam,
“Syetan datang kepada salah seorang di antara kalian , lalu ia berkata, ‘Siapakah yang menciptakan ini? Siapa yang menciptakan itu?’ Sampai ia berkata, ‘Siapa yang menciptakan Rabbmu (Tuhanmu)?’ Apabila bisikan-bisikan seperti itu menghampirinya, maka hendaklah ia mengucapkan isti’adzah (memohon perlindungan kepada Allah) dan hendaklah ia menyudahinya (berhenti dari keraguannya) (Faidzaa balaghohu falyasta’idz billaahi walyantahi)’.” 
                Dalam hadits lain beliau Shalallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda,
“Teruslah manusia bertanya-tanya hingga dikatakan: Allah telah menciptakan makhluk ini lalu siapakah yang menciptakan Allah?  Maka siapa saja yang menemukan hal yang demikian, sekalipun sedikithendaknya mengatakan, ‘Aku beriman kepada Allah’ dalam suatu riwayat, ‘dan para Rasul-Nya’.”
                Artinya: Berpaling dari pemikiran yang bathil itu dan segera berlindung kepada Allah Ta’ala untuk mengusirnya. Dan hendaknya seseorang segera memutuskannya dan menyibukkan diri dengan hal selain itu.
Al –Marizi rahimahullah berkata, “Apa-apa yang dikatakan atas makna ini adalah bahwa sesuatu yang timbul dalam hati/pikiran ada dua macam: (1) sesuatu yang timbul dalam hati/pikiran yang tidak tetap dan tidak pula dimasuki syubhat (keraguan) yang datang dengan tiba-tiba, maka hal itu dilawan dengan berpaling darinya, atas hal demikian ini hadits di atas digunakan, dan yang serupa dengan itu dilontarkan istilah bisikan buruk. Sehingga seolah-olah perkara yang terlintas itu tanpa dasar dan tanpa peninjauan yang harus dikembalikan kepada dalil. Karena tiada dasar yang menjadi acuan peninjauannya. (2) sesuatu yang timbul dalam hati/pikiran yang tetap yang ditetapkan adanya syubhat, maka hal itu tidak dilawan melainkan dengan analisa dalil dan peninjauan untuk membatalkannya. Wallahu A’lam.
136. “Beliau membaca firman Allah Ta’ala, ‘Dialah Yang Awal dan Dialah Yang Akhir, Dialah Yang Nyata dan Dialah Yang Tersembunyi; dan Dia mengetahui terhadap segala sesuatu.” (QS. Al-Hadid:3) (Diriwayatkan oleh Abu Dawud)270

270 Abu Dawud, (4/329), no. 5110; dan dihasankan Al-Albani dalam kitab Shahih Abu Dawud, (3/962).
                Ini adalah atsar yang datang dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhma.
                Di bagian awalnya disebutkan,
“Abu Zumail, yaitu Sammak bin Al-Walid – salah seorang dari kalangan tabi’in – berkata, ‘Kukatakan kepada Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhma, ‘Apakah gerangan sesuatu yang aku temukan dalam diriku – dia maksudkan suatu keraguan?’ Maka dia berkata, ‘Jika engkau temukan hal seperti itu dalam dirimu, maka katakanlah …’.”
                Ungkapan maa syaiun ajiduhu ‘apakah gerangan sesuatu yang kutemukan’, dengan kata lain, sesuatu yang kutemukan. Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam menafsirkan empat buah nama dalam ayat dengan sabdanya Shalallahu ‘Alaihi Wasallam, “Ya Allah Engkau Yang Mula, maka  tiada sesuatu apapun sebelum-Mu. Engkau Yang Akhir, maka tiada sesuatu apapun setelah-Mu, Engkau Yang Lahir , maka tiada sesuatu apapun di atas-Mu, dan Engkau Yang Batin, maka tiada sesuatu apapun di bawah-Mu”(Diriwayatkan oleh Muslim no.2713)  (QS. Al-Hadid:3)
                Nama-nama ini mencakup makna jangkauan liputan yang mutlak, baik menurut waktu di awal dan akhir, atau tempat dalam lahir dan batin.
                Dan telah berlalu syarahnya. Lihat hadits no. 108

Dikutip dari buku berjudul: “Ensiklopedia Dzikir & Doa Al-Imam An-Nawawi (Al-Adzkar An-Nawawi), Takhrij, Tahqiq, dan Komentar oleh: Syaikh Amir bin Ali Yasin, Cetakan II, PUSTAKA SHAHIFA, Jakarta, Juli 2008 M, 831 halaman, hal. 299-300, 304-307
BAB APA YANG DIUCAPKAN JIKA SETAN DATANG ATAU TAKUT KEPADANYA
                Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman, “Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Fushilat: 36)1
                        Hendaknya ia membaca ta’awwudz, kemudian membaca al-Qur’an yang mudah dibacanya.
1 Yakni, apa pun was-was yang dimasukkan oleh setan ke dalam hatimu, maka mohonlah  perlindungan kepada Allah; karena Dia-lah yang mendengarmu dan mengetahui apa yang dimasukkan setan dalam hatimu serta apa yang hilang dengannya.
                {390} Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim2 dari Abu ad-Darda’ radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan, “Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam bangkit untuk mengerjakan shalat, (di dalam sholat) kami mendengarnya mengucapkan, ‘Aku berlindung kepada Allah darimu (A’uudzubillaahi min ka).’ Kemudian beliau mengucapkan, ‘Aku melaknatmu dengan laknat Allah (Al ‘anuka bila’natillaah),’ sebanyak tiga kali, seraya ,membentangkan tangannya seakan-akan mengambil sesuatu. Ketika selesai dari shalat, kami bertanya, ‘Wahai Rasulullah, kami mendengarmu mengucapkan sesuatu dalam shalat yang belum pernah kami mendengarmu mengucapkan demikian sebelumnya, dan kami melihatmu membentangkan tanganmu?!’ Beliau menjawab,’Sesungguhnya musuh Allah, Iblis datang dengan membawa suluh api untuk diletakkan di mukaku, maka aku mengatakan, ‘Aku berlindung kepada Allah darimu,’ sebanyak tiga kali. Kemudian aku katakan, ‘Aku melaknatmu dengan laknat Allah yang sempurna (Al ‘anuka bila’natillaahit taammah),’ Maka iapun mundur sebanyak tiga kali. Kemudian aku hendak menangkapnya. Demi Allah, seandainya bukan karena doa saudaraku, Sulaiman3, niscaya ia sudah dalam keadaan terikat yang akan menjadi mainan anak-anak penduduk Madinah’.”
2 Kitab al-Masajid, Bab Jawaz la’n asy-Syaithan, 1/385, no. 542
3 Doa Sulaiman ialah ucapannya, “Ya Rabbku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh seorang juapun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Mahapemberi,” (QS. Shad: 35) Artinya, beliau Sholallahu ‘alaihi wasallam mengetahui bahwa beliau tidak akan dapat mengalahkannya. Sebab ini kekususan untuk Sulaiman ‘Alaihisalam , karena Allah telah mengabulkan doanya. Konon beliau meninggalkannya, karena etika dan ketawadhu’an. Pendapat pertamalah yang lebih utama. Wallahu a’lam.
                Saya (Al-Imam An-Nawawi) katakan, yang Hendaklah ia beradzan seperti adzan untuk sholat. Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim dari Suhail bin Abi Shalih bahwa ia mengatakan,”Ayahku mengirimku ke Bani Haritsah, dan aku bersama seorang sahayaku (atau sahabat kami), lalu seorang penyeru dari kebun kurma menyerunya dengan namanya. Lalu orang yang bersamaku mendekati dan memeriksa kebun itu, namun tidak melihat sesuatu pun. Ketika kembali, aku menceritakan hal itu kepada ayahku, maka ia mengatakan, ’Sekiranya aku tahu bahwa engkau bertemu hal ini, maka aku tidak akan mengirimmu. Tetapi jika engkau mendengar suara, maka beradzanlah. Karena aku mendengar Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu menceritakan dari Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda: ‘Sesungguhnya setanketika adzan diserukan, maka ia mundur’.”1
1  Muslim meriwayatkan sendirian, Kitab Ash-Shalah, Bab Fadhl al-Adzan,1/291, no.389, mengenai kisah ini. Adapun pokok hadits ini, maka diriwayatkan juga oleh al-Bukhari, Kitab al-Adzan, Bab Fadhl at-Ta’dzin,2/84, no. 608.
BAB DOA YANG DIUCAPKAN OLEH ORANG YANG MENGALAMI WAS-WAS
                Allah Ta’ala berfirman, “Dan jika setan mengganggumu dengan suatu gangguan, maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS Fushilat: 36)4
4 Telah disebutkan maknanya.
                Sebaik-baik yang diucapkan ialah apa yang diajarkan Allah kepada kita dan yang diperintahkan kepada kita untuk mengucapkannya.
                {403}  Kami meriwayatkan dalam Shahih Muslim3, dari Utsman bin Abi al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu, ia mengatakan, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, setan menghalangi antara aku dengan sholatku dan bacaanku dengan mengacaukannya.’ Maka Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Itulah setan yang disebut Khanzab. Jika engkau merasakannya, maka berlindunglah kepada Allah darinya, dan tiuplah sebanyak tiga kali ke sebelah kirimu.’ Aku pun melakukan hal itu, lalu Allah mengusirnya dariku’.”
3 Kitab as-Salam, Bab at-Ta’awwudz min syaithan al-Waswasah, 4/1728, no. 2203
              {404}  Kami meriwayatkan dalam Sunan abu Dawud dengan sanad bagus (jayyid) dari Abu Zumail, ia mengatakan, “Aku bertanya kepada Ibnu Abbas, ‘Apakah sesuatu yang aku dapati dalam dadaku?’ Ia balik bertanya kepadaku, ‘Apakah itu?’ Aku menjawab, ‘Demi Allah, aku tidak akan mengatakannya.’ Ia bertanya kepadaku, ‘Apakah suatu keraguan? (A syaiun min syakkin?)’ Ia tertawa seraya mengatakan, ‘Tidak ada seorangpun yang bisa selamat darinya, sehingga Allah menurunkan ayat,”Maka jika kamu (Muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang apa yang Kami turunkan kepadamu, maka tanyailah orang-orang yang membaca kitab sebelum kamu. Sungguh kebenaran telah datang kepadamu dari Rabb-mu, karena itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (QS Yunus: 94).
(Tafsir Al-Kalam dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu: “Fa ing kuηta (maka jika kamu), hai Muhammad.Fī syakkim mimmā aηzalnā ilaika (berada dalam keraguan terhadap apa yang Kami Turunkan kepadamu), yakni terhadap al-Quran yang Kami Turunkan melalui Jibril a.s..Fas-alil ladzīna yaqra-ūnal kitāba (maka tanyailah orang-orang yang membaca kitab) Taurat.Ming qablika (sebelum kamu), yaitu ‘Abdullah bin Salam dan teman-temannya. Akan tetapi Nabi saw. tidak menanyakan hal tersebut, sebab beliau sudah tidak meragukannya lagi. Yang menjadi Sasaran Allah Ta‘ala hanyalah pernyataan (keraguan) kaumnya. Laqad jā-aka (sungguh telah datang kepadamu), hai Muhammad. Al-haqqu mir rabbika (kebenaran dari Rabb-mu), yakni al-Quran yang dibawa Jibril a.s. dari Rabb-mu dan berisi informasi tentang orang-orang terdahulu. Fa lā takūnanna minal mumtarīn (karena itu, janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu), yakni orang-orang yang sangsi. Maka jika kamu berada dalam keraguan terhadap apa yang Kami Turunkan kepadamu, maka tanyailah orang-orang yang membaca kitab sebelum kamu. Sungguh kebenaran telah datang kepadamu dari Rabb-mu, karena itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu. Fa ing kuηta (maka jika kamu), hai Muhammad. Fī syakkim mimmā aηzalnā ilaika (berada dalam keraguan terhadap apa yang Kami Turunkan kepadamu), yakni terhadap al-Quran yang Kami Turunkan melalui Jibril a.s.. Fas-alil ladzīna yaqra-ūnal kitāba (maka tanyailah orang-orang yang membaca kitab) Taurat. Ming qablika (sebelum kamu), yaitu ‘Abdullah bin Salam dan teman-temannya. Akan tetapi Nabi saw. tidak menanyakan hal tersebut, sebab beliau sudah tidak meragukannya lagi. Yang menjadi Sasaran Allah Ta‘ala hanyalah pernyataan (keraguan) kaumnya. Laqad jā-aka (sungguh telah datang kepadamu), hai Muhammad. Al-haqqu mir rabbika (kebenaran dari Rabb-mu), yakni al-Quran yang dibawa Jibril a.s. dari Rabb-mu dan berisi informasi tentang orang-orang terdahulu. Fa lā takūnanna minal mumtarīn (karena itu, janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu), yakni orang-orang yang sangsi.”)(QS Yunus: 94). “ Lalu ia(Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu) mengatakan kepadaku, ‘Jika engkau mendapati sesuatu (keraguan) dalam dirimu, maka ucapkanlah, ‘Dia-lah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu (Huwal awwalu Wal ākhiru.Wazh zhāhiru. Wal bāthinu. Wa huwa bi kulli syai-in ‘alīm )’.” (QS. Al-Hadid: 3).1 (Tafsir Al-Kalam dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu: Dia-lah yang awal dan yang akhir serta yang zhahir dan yang bathin. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. Huwal awwalu (Dia-lah yang awal) sebelum segala sesuatu. Wal ākhiru (dan yang akhir) sesudah segala sesuatu. Wazh zhāhiru (serta yang zhahir), yakni yang menguasai segala sesuatu. Wal bāthinu (dan yang bathin), yakni yang mengetahui hakikat segala sesuatu.Wa huwa bi kulli syai-in ‘alīm (dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu). Maksudnya, huwal awwalu (Dia-lah yang awal), yakni yang hidup abadi dan azali. Dia ada sebelum segala sesuatu hidup dan yang menghidupkan segala sesuatu; wal ākhiru (dan yang akhir), yakni Dia-lah yang hidup kekal dan langgeng. Dia ada sesudah segala sesuatu yang hidup Dimatikan-Nya; wazh zhāhiru (yang zhahir), yakni yang menguasai segala sesuatu; wal bāthinu (dan yang bathin), yakni yang mengetahui hakikat segala sesuatu. Menurut pendapat yang lain, huwal awwalu (Dia-lah yang awal), yakni Dia-lah Yang Maha Terdahulu tanpa sesuatu pun yang mendahului; wal ākhiru (dan yang akhir), yakni Dia-lah yang kekal tanpa bantuan sesuatu pun yang membuat-Nya kekal; wazh zhāhiru (yang zhahir), yakni yang menguasai segala sesuatu tanpa sesuatu pun yang menguasai-Nya; wal bāthinu (dan yang bathin), yakni yang mengetahui hakikat segala yang tampak dan tersembunyi, tanpa sesuatu pun yang memberi tahu-Nya. Menurut pendapat yang lain, huwal awwalu (Dia-lah yang awal) sebelum segala yang awal, tanpa titik permulaan; wal ākhiru (dan yang akhir) setelah segala yang akhir, tanpa batas kesudahan. Dan ada pula yang berpendapat, huwal awwalu (Dia-lah yang awal), yakni yang mengawalkan segala yang awal; wal ākhiru (dan yang akhir), yakni yang mengakhirkan segala yang akhir. Dia ada sebelum segala sesuatu Dia Ciptakan, dan senantiasa ada setelah segala sesuatu Dia Binasakan. Dia-lah yang hidup kekal dan abadi, tanpa mengalami kematian, kebinasaan, dan kesirnaan. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu yang awal, yang akhir, yang tampak, dan yang tersembunyi.)  (QS. Al-Hadid: 3).1
Tahqiq dari Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali (murid senior dari Syaikh al-Abani rahimakumullah) dalam kitabnya Shahih Kitaab al-Adzkar wa Dha’iifuhu, no.267. Hadits ini hasan. Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 5110). Saya (Syaikh Salim al-Hilali) katakan: (Sanadnya jayyid (baik) sebagiamana yang dikatakan penulis (Al-Imam an-Nawawi).
Takhrij, tahqiq dan komentar dari Syaikh Amir bin Ali Yasin: Syadz: Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Kitab al-Adab, Bab Rad al-Waswasah, 2/750, no 5110; Ibnu Abi Hatim dalam at-Tafsir, no. 10582; dari an-Nadhr bin Muhammad al-Jurasyi, Ikrimah bin Ammar menceritakan kepada kami, Abu Zumail menceritakan kepadaku dengan hadits tersebut.
Ini adalah yang la ba tsa bihi (tidak mengapa), tetapi akan timbul anggapan bahwa keraguan pernah merasuk dalam hati Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam, dan tentu saja ini tidak patut. Karena itu, al-Asqalani berkata dalam Amali al-Adzkar 4/34 –Futuhat, “Para perawinya bisa dipercaya, yang dipakai oleh Muslim, tetapi Ikrimah diperbincangkan, sedangkan Nadhr bin Muhammad perawi hadits ini meriwayatkan dari Ikrimah yang banyak meriwayatkan sendirian, dan ini adalah matan yang syadz. Telah tsabit dari Ibnu Abbas, dari riwayat Sa’id bin Jubair dan dari riwayat Mujahid serta yang lainnya; Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah ragu dan tidak pernah bertanya.’ Hadits ini diriwayatkan oleh Abd bin Humaid, ath-Thabrani, dan Ibnu Abi Hatim dengan sanad-sanad yang shahih. Disebutkan pula dari jalur yang lain secara marfu’.”
Adapun al-Albani merasa cukup dalam Shahih Abi Dawud memberi penilaian dengan hasan sanadnya. Yakni, ia tidak meluangkan waktu untuk mengkaji hadits dengan sebenarnya, sehingga ia cukup menilai sanad yang ada di hadapannya. Dan seperti diketahui bahwa ini tidak menunjukkan kehasanan hadits. Wallahu a’lam.

              Kami meriwayatkan dengan sanad kami yang shahih dalam Risalah al-Ustadz Abi al-Qasim al-Qusyairi rahimakumullah dari Ahmad bin Atha’ ar-Rudzabari 2, seorang sayyid yang mulia, ia mengatakan, “Aku memiliki keraguan dalam perkara bersuci, dan dadaku terasa sempit pada malam hari, karena banyaknya air yang aku guyurkan sementara hatiku belum juga tentram, lalu aku berucap, ‘Wahai Rabbku! AmpunanMu, ampunanMu.’ Maka aku dengar suara berbisik mengatakan, ‘Ampunan terletak dalam ilmumu.’ Maka lenyaplah hal itu dariku.”
2 Ahmad bin Atha’ ialah orang arif, zahid, syaikh shufiyah, meriwayatkan sejumlah hadits namun melakukan kesalahan yang sangat parah di dalam meriwayatkannya. Meninggal di Shur tahun 269 H. Biografinya disebutkan dalam Hilyah al-Auliya’ 10/383 dan A’lam an-Nubala’ 16/227.
              Sebagian ulama mengatakan, “Dianjurkan mengucapkan laa ilaha illallah bagi siapa yang diuji dengan was-was dalam wudhu, shalat atau sejenisnya, sebab jika setan mendengar dzikir, maka ia mundur dan menjauh, sedangkan laa ilaha illallah adalah pokok dzikir.”
              Oleh karena itu para tokoh mulia dari kalangan terpilih dari umat ini, yang mendidik dan membimbing para penuntut ilmu, memilih ucapan laa ilaha illallah untuk ahlul khalwah (kaum yang suka berkhalwat) dan memerintahkan kepada mereka agar melakukannya secara berkesinambungan. Menurut mereka, obat yang paling manjur untuk mengusir penyakit was-was ialah memperbanyak berdzikir kepada Allah.1
1 Terus menerus bergadang, berdzikir dan berkholwat berdasarkan metode Shufiyah adalah sarana yang paling ampuh untuk mendatangkan was-was, keraguan dan halusinasi dari setan, bukan untuk mengusirnya. Seandainya Anda mempergunakan akal dan memperhatikan berbagai pernyataan dan perbuatan mereka, niscaya nampak kepada Anda dengan jelas tanpa diragukan lagi. Beruntunglah bagi siapa yang menjadikan petunjuk Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam sebagai petunjuknya, menconto Sunnahnya, dan tidak terpedaya dengan “konon kabarnya”.
As-Sayyid al-Jalil Ahmad bin Ahmad bin Abi al-Hawari 2 rahimakumullah mengatakan,”Aku mengaduh kepada Abu Sulaiman ad-Darani tentang was-was, maka ia mengatakan kepadaku, ‘Jika engkau ingin was-was itu terputus darimu, maka setiap waktu engkau merasakannya, gembiralah. Sebab jika engkau gembira dengannya, niscaya itu terputus darimu. Karena tidak sesuatu yang lebih dibenci setan daripada kegembiraan seorang mukmin. Jika engkau bersedih terhadapnya, maka ia menambahkan (was-was itu) kepadamu’.”3
2 Syaikh, ahli ibadah dan zuhud, banyak beribadah, yaitu Ibnu Abdilaah bin Maimun ad-Dimasqi, salah seorang tokoh. Dilahirkan pada tahun 164 H. Dan meninggal pada tahun 246 H. Biografinya disebutkan dalam al-Hilyah (10/5) dan A’lam an-Nubala’ 12/85.
3 Sungguh, ini adalah ilustrasi yang mengherankan. Tidakkah setan bergembira ketika seorang muslim bergembira tatkala terjerumus dan menuruti syahwatnya, sementara ia bermaksiat kepada Rabbnya?! Tidakkah setan bersedih ketika seorang mukmin bersedih dan berduka karena lalai di sisi Allah?
              Aku katakan, “Ini salah satu yang mendukung pernyataan sebagian imam bahwa was-was hanyalah diujikan kepada orang yang sempurna imannya, karena maling tidak akan menuju rumah yang rusak.”4 Wallahu a’lam.
4 Bahkan orang yang ditimpa hal itu adalah orang yang lemah akalnya, sedikit ilmunya, dan berpaling dari Sunnah Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam. Janganlah membuatmu takut bahwa sebagian sahabat telah ditimpa hal ini. Sebab ia hanyalah datang kepada Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam untuk mencari ilmu dan Sunnah untuk mengusir was-was darinya. Allah telah menganugerahkan ilmu dan ittiba’ Sunnah sehingga dapat mengusir keraguan tersebut dari dirinya.





















0 komentar:

Posting Komentar