.
  • RSS
  • Delicious
  • Digg
  • Facebook
  • Twitter
  • Linkedin
  • Salam The KingAnda Bisa Menunda Untuk Berubah Karena Banyaknya Urusan. Tapi Hidup Tidak Pernah Menunda Urusannya Untuk Menunggu Anda Berubah. Sebuah rencana yang hebat dapat gagal hanya karena kurangnya kesabaran. ....
  • Salam The King: Jika anda tidak pernah merasakan kegagalan, itu artinya anda belum mengetahui artinya sebuah keberhasilan. ...
  • Salam The King: :Daripada Mengeluh Mawar bertangkai penuh duri, Lebih baik bergembira bahwa tangkai berduri itu berbunga mawar ...
  • Salam The King: Dunia ini ibarat sebuah lautan yang luas, dan kita adalah kapal yang berlayar dilautan yang telah banyak kapal karam didalamnya. Namun andai muatan kapal kita adalah iman,dan layarnya adalah takwa, yakinlah bahwa kita tidak akan pernah tersesat dilautan kehidupan itu. ...
  • Salam The King: :Jangan biarkan cintamu dalam ketakutan, percayalah bahwa akhirnya kamu dan dia akan hidup bersama. Saling percaya dan setia....
  • Kenangan Semasa SMK

    Sugeng rawuh/selamat datang di my Blogger,dapatkan informasi menarik setiap bulannya....

  • CAR FREE DAY Kota Klaten Bersinar

    Jadilah orang yang bermanfaat bagi orang lain walau terkadang qt sllu mrasa di rugikan, jangan berhenti,sebelum Allah benar-benar memberhentikan langkah dan hidup qt. Jangan gampang menyerah selagi msih bs brnafas dan msh kuat berdiri. ..

  • Foto Ijazah,keren kan :p

    Hallo,apa kabar rekan pengunjung blogger,semooga sehat-sehat semua,, semoga info yang saya update bermanfaat untuk kita semua.amin....

  • TEKNIK KOMPUTER dan JARINGAN.

    Selamat membaca-baca isi blog sederhana saya semoga sempat berkunjung kembali:) ...

visitor

free counters

Jam

Minggu, 15 Juli 2012

Wajib mencintai Shahabat & larangan mencela mereka

Posted by Handiyas Prabowo On 18.47 No comments




“Menyelisik ALAM MALAIKAT Bagian Kedua dari Rukun Iman yang sering Disalahpahami dan Dilupakan Banyak Orang”, (Judul asli: Mu’taqad Firaqil Muslimin wal Yahuud wan Nashaaraa wal Falasifah wal Watsaniyyin fil Malaaikatil Muqarrabiin, Penulis: Syaikh Dr Muhammad bin ‘Abdul Wahhab al-‘Aqil, Penerbit: Adhwa-us Salaf-Riyadh-Arab Saudi, Cet. I 1422 H/ 2002 M), Penerbit: Pustaka Imam Syafi’i, Jakarta, Cet. I 1431 H/ 2010 M, halaman 172-176.

O. Laknat Allah bagi orang yang mencela para Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasssallam.
            Allah ‘Azza wa Jalla telah memuji dan menyanjung para Sahabat Nabi dalam al-Qur’an, serta menyebut sifat mereka yang belum pernah disebutkan untuk orang lain setelah para Nabi. Hal itu semata-mata karena keagungan kedudukan mereka di sisi Allah. Allah Subhaanahu Wa Ta’ala menyatakan bahwa para Sahabat ridha kepada Allah dan Allah ridha terhadap mereka. Allah pun menjelaskan kedudukan mereka kepada orang-orang yang diturunkan kepada mereka kitab Taurat dan Injil (Ahlul Kitab).
            Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka, kamu melihat mereka ruku’ sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang Mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih di antara mereka ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Fath: 29)

“Orang-orang yang terdahulu lagi orang-orang yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin danm Anshar dan orang-orang yang mengikuti  mereka dengan baik, Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka Surga-Surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS. At-Taubah: 100)
           
            Masih banyak nash-nash al-Qur’an yang semakna dengan ayat ini; hadits pun demikian. Semua dalil tersebut sarat dengan pujian, sanjungan, dan penjelasan tentaang sifat Sahabat yang baik; serta menerangkan bahwa mencintai mereka termasuk keimanan, sedangkan membenci mereka berarti kemunafikan. Mengenai dalil diharamkannya mencela dan mencaci  Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam, diantaranya adalah hadits ‘Imran bin Husain Radhiallahu ‘Anhu, ia berkata  bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda:
“Sebaik-baik umatku adalah yang hidup semasa denganku (generasi Sahabat), lalu pada masa setelah masa mereka (Tabi’in), kemudian pada masa setelah masa mereka (Tabi’ut tabi’in).”
            ‘Imran berkata; “Aku tidak tahu pasti apakah Nabi menyebutkan dua atau tiga masa setelah masanya. (Beliau mengabarkan pula bahwa) akan muncul setelah kalian kaum yang menjadi saksi, padahal mereka tidak pernah menjadi saksi. Mereka berkhianat dan tidak patut diberi amanat. Mereka bernadzar, tetapi tidak memenuhi nadzarnya. Tampak pada diri mereka kegemukan.” 43
43. Al-Bukhari (III/1335, no. 3449), Kitab “Fadhaa-ilush Shahaabah”. Diriwayatkan juga oleh Muslim (IV/1964, no 2535), Kitab “Fadhaa-ilush Shahaabah”.

            Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassallam telah menegaskan bahwa fungsi keberadaan Sahabat adalah sebagai amanah bagi ummat manusia, sebagaiman disebutkan dalam hadits riwayat Abu Burdah dari ayahnya, ia bercerita: “Kami pernah shalat Maghrib bersama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam. Setelah itu kami berinisiatif untuk duduk-duduk (menunggu) hingga shalat ‘Isya’ bersama beliau.” Ia (Abu Burdah) melanjutkan kisahnya: “Maka kamipun duduk (menunggu).’ Tidak lama kemudian, Rasulullah menghampiri kami dan bersabda:’Kalian masih disin? Kami menjawab:’Wahai Rasulullah, seusai shalat Maghrib bersamamu, kami berinisiatif untuk menunggu  hingga kami mengerjakan shalat ‘Isya’ bersamamu.’Beliau bersabda: ‘Kalian telah berbuat kebaikan dan kalian benar.’”
            Abu Burdah berkata; “Kemudian, beliau barkali-kali mengangkat kepalanya (melihat) ke atas langit lalu bersabda:
“Bintang-bintang itu adalah amanah (penjaga) langit. Jika bintang-bintang itu hilang, maka langit akan ditimpa apa yang telah dijanjikan kepadanya. Aku adalah amanah (penjaga) bagi para Sahabatku. Apabila aku telah pergi, maka para Sahabatku akan ditimpa apa yang dijanjikan kepada mereka. Para Sahabatku adalah amanah (penjaga) bagi ummatku. Kalau Sahabatku telah pergi, niscaya umatku akan ditimpa apa yang dijanjikan kepada mereka.” 44
44. Muslim (IV/1961, no. 2531), Kitab “Fadhaa-ilush Shahaabah”.
           
            Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam orang yang mencela dan mengurangi (hak) para Sahabatnya, sebagaimana sabdanya:
“Janganlah kalian mencela Sahabat-Sahabatku! Janganlah kalian mencela Sahabat-Sahabatku! Demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya, seandainya salah seorang kamu membelanjakan emas sebesar Gunung Uhud, maka sungguh ia tidak akan pernah mencapai (keimanan mereka) walaupun hanya seberat satu mudd atau separuhnya.”45
45. Al-Bukhari dalam Shahiih-nya (III/1343) dari Abi Sa’id al-Khudri, Muslim (no. 2540), Kitab “Fadhaa-ilush Shahaabah”.

            Dalilnya, adalah hadits Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallam bersabda:
“Sesungguhnya jika Allah mencintai seorang hamba, Dia memanggil Jibril lalu berkata:  ‘Sesungguhnya Aku mencintai Fulan, maka cintailah dia.’ Rasulullah melanjutkan: ‘Orang itu pun dicintai Jibril yang kemudian berseru di langit dengan berkata: ‘Sesungguhnya Allah mencintai Fulan, maka cintailah dia.’ Orang itupun dicintai oleh seluruh penghuni langit hingga kemudian menjadi makhluk yang dicintai di muka bumi. Demikian pula, apabila Allah membenci seorang hamba, Dia menyuruh Jibril dan berkata: ‘Sesungguhnya Aku membenci Fulan, maka bencilah dia.’ Jibril pun membencinya dan menyerukan kepada seluruh penghuni langit: ‘Sesungguhnya Allah membenci Fulan, maka bencilah dia.’ Mereka (penghuni langit) lantas membencinya hingga kemudian orang itu menjadi makhluk yang dibenci di muka bumi.” 46
46. Al Bukhari (III/1175, no. 3037) dan Muslim (IV/2030, no. 2637). Lafazh hadits tersebut milik Muslim.

            Tidak diragukan lagi bahwasannya siapa saja yang mencintai para Sahabat Radhiallahu ‘Anhuma akan memperoleh keutamaan yang terdapat dalam hadits ini. Sebaliknya, siapa saja yang membenci mereka niscaya akan dibenci oleh para Malaikat dan seluruh penghuni bumi. Kenyataan telah menjadi saksi atas kebenaran ini. Sungguh, tidak ada daya dan kekuatan melainkan dengan pertolongan Allah.

            Dalam beberapa hadits disebutkan dengan tegas mengenai laknat para Malaikat kepada orang yang mencela Sahabat Nabi Radhiallahu ‘Anhuma, sebagaimana tertera pada riwayat Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhu, ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:
“Barang siapa mencela Sahabatku niscaya ia akan ditimpa laknat Allah, para Malaikat, dan manusia seluruhnya.” 47
47.Ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir (XII/142, no. 12709) dengan sanad hasan. Lihat Shahihul Jaami’ (no. 6161) dan as-Silsilah ash-Shaahihah (no.2340).

            Maka dari itu renungkanlah hukuman bagi orang yang mencela para Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam supaya Anda mengetahui kejinya perbuatan tersebut. Tindakan kotor ini tidak mungkin dilakukan kecuali oleh orang yang Allah Subhaanahu Wa Ta’ala butakan mata hatinya.

            Renungkanlah perkataan Abu Zar’ah ar-Razi Rahimahullah mengenai orang yang mencela Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam agar Anda mengetahui sumber pemikiran ini beserta penyebab meluasnya (fenomena ini). Ia berkata: “Apabila kalian melihat orang yang mencela salah seorang Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam, maka ketahuilah bahwa dia seorang zindiq. Sebab, Rasulullah bagi kami adalah benar dan al-Qur’an itu benar. Yang membawa al-Qu’an dan as-Sunnah kepada kami adalah para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam. Sesunnguhnya mereka hanya ingin mencela para saksi (para  Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wassalam) dengan tujuan membatalkan al-Qur’an dan as-Sunnah. Padahal, celaan itu lebih pantas ditujukan kepada mereka sendiri. Oleh sebab itu, mereka dikatakan sebagai orang-orang zindiq.” 48
48. Al-Kifaayah karya al-Khatib (no. 97).

0 komentar:

Posting Komentar