1.
FAIDAH-FAIDAH DZIKIR
Saya menurunkan semua itu dari faidah-faidah yang telah disebutkan
yang alim Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah dalam kitabnya, Al-Wabil Ash-Shayyib.
1. Bahwasannya
dzikir itu mengusir syetan, menghantamnya dengan telak dan membinasakannya.
2. Bahwasannya
dzikir itu mengandung keridhaan Ar-Rahman Azza wa Jalla.
3. Bahwasannya
dzikir itu mengusir rasa sedih dan gundah di dalam hati dengan rasa sukaria,
bahagia dan semangat.
4. Bahwasannya
dzikir itu menguatkan hati dan badan.
5. Bahwasannya
dzikir itu memberikan cahaya kepada wajah dan hati.
6. Bahwasannya
dzikir itu mengundang rezeki.
7. Bahwasannya
dzikir itu menyelimuti orang yang melakukannya dengan wibawa, rasa manisnya
dzikir, dan kecerahan.
8. Bahwasannya
dzikir itu mewariskan rasa cinta yang merupakan ruh Islam, puncak perputaran
agama, dan poros kebahagiaan dan keselamatan.
9. Bahwasannya
dzikir itu mewariskan rasa muraqabah ‘dipantau Allah’ sehingga dengannya
seseorang memasuki pintu ihsan. Seseorang menyembah Allah seakan-akan ia
melihat-Nya. Dan bagi orang yang lalai tiada jalan menuju dzikir hingga sampai
ke maqam ihsan.
10. Bahwasannya
dzikir itu mewariskan taubat dan kembali kepada Allah Ta’ala.
11. Bahwasannya
dzikir mewariskan kedekatan kepada Allah Ta’ala; seukuran itu pula kedekatannya
kepada Allah; dan seberapa kadar kelalaian seseorang kepada Allah; seukuran itu
pula kadar jauhnya dari Allah.
12. Bahwasannya
dzikir itu membukakan baginya pintu agungdi antara pintu-pintu pengetahuan.
Setiap kali seseorang memperbanyak kadar dzikirnya, bertambah pula
pengetahuannya.
13. Bahwasannya
dzikir itu mewariskan rasa takut kepada Rabbnya dan semangat mengagungkan-Nya.
Hal itu karena kekuasaan dahsyat atas hatinya dan kebersamaannya selalu dengan
Allah Ta’ala, yang berbeda dengan orang lalai. Bahwa penutup rasa takut itu
sangat tidak kentara dalam hati.
14. Bahwasannya
dzikir itu mewariskan kepadanya ingat kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala
berfirman,
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku
niscaya Aku ingat (pula) kepadamu….” (Al-Baqarah: 152)
Jika tiada apa-apa dalam dzikir selain satu ini saja telah
cukup utama dan mulia.
15. Bahwasannya
dzikir itu mewariskan kehidupan hati. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah
berkata, “Dzikir bagi hati, bagaikan air bagi ikan. Maka, bagimana kondisi ikan
jika meninggalkan air?”.
16. Bahwasannya
dzikir adalah makanan hati dan ruh.
17. Bahwasannya
dzikir itu membersihkan hati dari karatnya.
Tidak diragukan lagi bahwa hati berkarat
seperti berkaratnya kuningan, perak, dan selainnya. Bersihnya hati adalah
dengan dzikir. Sesungguhnya dzikir itu akan menjadikan hati cemerlang hingga
seperti cermin yang bersih. Jika dzikir ditinggalkan, hati menjadi berkarat;
dan jika berdzikir, maka hati menjadi cemerlang.
Hati menjadi berkarat karena dua hal: lalai
dan dosa. Dan cemerlangnya karena dua hal: istighfar dan dzikir.
Barangsiapa yang kelalaiannya mendominasi
waktu, maka akan menjadi berkarat yang berlapis-lapis pada hatinya. Karatnya
sesuai dengan kelalaiannya. Jika hati berkarat, maka semua pengetahuan tidak
akan tergambar sesuai dengan kenyataannya, sehingga melihat kebathilan dalam
bentuk kebenaran; dan melihat kebenaran dalam bentuk kebathilan. Bila karat
hati berlapis-lapis, suasana menjadi gelap sehingga tidak akan terlihat baginya
bentuk kebenaran sebagaimana aslinya. Jika karat hati berlapis-lapis dan
menghitam, lalu dilapisi pembusukan, rusaklah daya analisis dan daya
pemahamannya sehingga tidak menerima lagi kebenaran dan tidak mengingkari
kebathilan. Ini adalah siksaan hati yang paling dahsyat.
18. Bahwasannya
dzikir itu menggugurkan, lalu melenyapkan berbagai kesalahan. Dzikir adalah
kebaikan yang paling agung; dan perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan
(dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk.
19. Bahwasannya
dzikir itu menghilangkan rasa hampa antara dirinya dan Rabbnya. Sesungguhnya
bagi seseorang yang lalai, antara dirinya dan Rabbnya Ta’ala ada kehampaan, dan
rasa hampa itu tidak akan hilang melainkan dengan dzikir.
20. Bahwasannya
apa yang dapat digunakan seseorang hamba untuk berdzikir kepada Rabbnya dengan
mengagungkan-Nya, bertasbih kepada-Nya, atau bertahmid memuji kepada-Nya akan
mengingatkan pelakunya pada saat dalam kondisi sulit.
21. Bahwasannya
seorang hamba jika mendekatkan diri kepada
Allah Ta’ala dengan dzikir kepada-Nya ketika dalam kondisi bahagia, maka
akan mengetahui ketika dalam kesulitan.
22. Bahwasannya
dzikir itu menyelamatkan diri dari adzab Allah Ta’ala.
23. Bahwasannya
dzikir adalah sebab turunnya ketenangan, meluapnya rahmat, dan liputan
malaikat. Hal itu sebagaimana disampaikan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam:
yaitu sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam: “Tidaklah suatu kaum duduk,
lalu berdzikir kepada Allah Ta’ala, melainkan mereka akan diliputi oleh para
malaikat, dicurahi rahmat, turun kepada mereka ketenangan dan mereka akan
disebut Allah di antara para hamba yang ada di sisi-Nya.” (Diriwayatkan
Muslim, no. 2700).
24. Bahwasannya
dzikir adalah sebab yang menyibukkan lisan dari perbuatan ghibah,
mengadu domba, berkata keji, berkata bathil.
25. Majelis-majelis
dzikir adalah majelis-majelis para malaikat, sedangkan majelis-majelis untuk
main-main dan lalai adalah majelis-majelis syetan.
26. Bahwasannya
ahli dzikir akan merasa bahagia dengan dzikirnya dan para teman duduknya. Dia
adalah orang yang penuh berkah di mana pun berada. Sedangkan orang yang lalai
akan merasa sengsara dengan main-main dan kelalaiannya. Orang-orang yang
bergaul dengannya akan merasa sengsara karenanya.
27. Bahwasannya
dzikir akan mengamankan setiap hamba dari kerugian pada Hari Kiamat. Dan
sesungguhnya setiap hamba dalam mejelis yang tidak menyebutkan nama Rabbnya
Ta’ala, maka akan mengalami kerugian di Hari Kiamat.
28. Bahwasannya
menangis dalam kesepian adalah penyebab naungan Allah Ta’ala bagi seorang hamba
pada hari ketika semua manusia dihimpunkan di Mahsyar yang agung di bawah
Arsy-Nya, sedangkan semua orang berada di bawah Arsy-Nya, sedangkan semua yang
berada di bawah panas terik matahari yang melelehkan mereka di tempatnya.
Sedangkan seorang ahli dzikir akan mendapatkan naungan di bawah Arsy Ar-Rahman Azza
wa jalla.
29. Bahwasannya
menyibukkan diri dengan dzikir adalah penyebab bagi turunnya pemberian Allah
Ta’ala bagi ahli dzikir yang merupakan pemberian terbaik yang diberikan kepada
para peminta.
30. Bahwasannya
dzikir adalah ibadah yang paling mudah. Dan termasuk di antara ibadah yang
paling manis dan utama. Sesungguhnya gerakan lisan adalah gerakan anggota badan
yang paling ringan dan paling mudah. Jika salah satu anggota badan seorang
manusia bergerak selama sehari semalam sama dengan gerakan lisan , pasti akan
sangat berat terasa olehnya, bahkan hal itu tidak mungkin.
31. Bahwasannya
dzikir adalah ibadah tanaman surga. Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam
bersabda,
“Barangsiapa mengucapkan: Subhaanallahil
‘adhiim wa bihamdihi,’Maha Suci AllahYang Mahaagung dan segala puji hanya
bagi-Nya’, maka ditanam baginya sebatang kurma dalam surga.” (Diriwayatkan
At-Tirmidzi, no. 3464; dan dishahihkan Al-Albani. Lihat Shahih At-Tirmidzi.)
32. Bahwasannya
pemberian dan karunia yang diberikan karena dzikir tidak pernah diberikan
karena amal yang lain apa pun.
33. Bahwasannya
berkelanjutan dalam dzikir kepada Allah Ta’ala akan memastikan adanya rasa aman
yang terpancar dari lisan yang sering menjadi penyebab kesengsaraan hamba dalam
kehidupan duniawi dan ukhrawi. Maka sesungguhnya melupakan Rabb memastikan
dirinya lupa kepada dirinya dan segala kemaslahatannya. Sebagaimana firman
Allah Ta’ala:
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang
yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka
sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (A l-Hasyr: 19)
34. Bahwasannya
dzikir akan memperjalankan seorang hamba sekalipun dia berada di atas kasurnya,
di pasar, sehat atau sakit, senang dan bahagia, di tempat kerjanya dalam
keadaan berdiri, duduk, berbaring, bepergian, atau ketika mukim. Dengan
demikian dalam hal waktu dan kondisi tiada sesuatu yang berlaku umum kapan pun dan
bagaimana pun seperti berdzikir.
35. Dzikir
adalah cahaya bagi ahli dzikir ketika di dunia, dalam kuburnya, dan di akhirat
yang akan memancar di hadapannya di atas shirath
‘jembatan’. Oleh sebab itu, beliau sangat serius memohon cahaya kepada Rabb,
sehingga beliau memintanya agar ada dalam daging tubuh dan tulang, urat-urat
dan rambut, pendengaran dan penglihatan, atas dan bawah, kanan dan kiri,
belakang dan depan beliau. Sehingga beliau berucap:
“Dan jadikanlah aku sebagai
cahaya.”
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memohon
kepada Rabbnya agar menjadikan cahaya pada dzat beliau yang lahir ataupu n
batin, dan sudi kiranya meliputi beliau dari segala penjuru. Maka, agama Allah
adalah cahaya. Kitab-Nya adalah cahaya. Rasul-Nya adalah cahaya. Rumah-Nya yang
disediakan untuk para wali-Nya adalah cahaya yang gemerlap. Allah Ta’ala adalah cahaya semua lapisan
langit dan bumi. Diantara nama-nama-Nya adalah An-Nuur Ta’ala.
36. Bahwasannya
dzikir adalah pokok segala asas. Jalan umum bagi semua kelompok dan sangat
diharapkan semua wilayah. Barang siapa yang dibukakan dalam dzikir baginya,
maka telah dibukakan pintu untuk masuk menuju kepada Allah Azza wa Jalla. Hendaknya
dia mensucikan diri dan datang kepada Rabbnya, dia akan menemukan di sisi-Nya
segala apa yang dia inginkan. Jika dia menemukan Rabbnya Ta’ala, maka dia akan menemukan segala sesuatu. Dan jika dia
meninggalkan Rabbnya Ta’ala, maka dia
akan kehilangan segala sesuatu.
37. Bahwasannya
dzikir itu menghimpun semua yang terpancar; dan memencarkan apa-apa yang telah
terhimpun. Mendekatkan yang jauh; dan menjauhkan yang dekat. Dia menghimpun
apa-apa yang telah terpencar-pencar dalam diri seorang hamba berupa hati dan
kehendaknya; dan memencarkan apa-apa yang telah padu antara kesedihan dan
kegalauan, kesedihan dan penyesalan. Juga memencarkan apa-apa yang terhimpun.
Padanya berupa pasukan syaitan. Sesungguhnya iblis -laknat atas dirinya- yang
masih saja mengirimkan pasukan patroli secara periodik, pasukan demi pasukan.
Sedangkan dzikir mendekatkan akhirat dan menjadiakan akhirat besar dalam
hatinya, mengecilkan dunia menurut pandanganya, dan sekaligus menjauhkan dunia
itu dari hati dan lisannya.
38. Bahwasannya
dzikir membangunkan hati dari tidur pulasnya dan membangkitkan dari ngantuknya.
Jika hati tidur, maka akan ketinggalan segala macam keuntungan dan kesempatan
berbisnis. Dan pada umumnya mengalami
kerugian
39. Bahwasannya
dzikir adalah sebatang pohon yang membuahkan berbagai pengetahuan.
40. Bahwasannya
seorang ahli dzikir akan sangat dekat dengan Dzat yang dia berdzikir
kepada-Nya. Dzat Yang dia bedzikir kepada-Nya. Dzat Yang dia bedzikir
kepada-Nya bersama-Nya. Kebersamaan ini
adalah kebersamaan benuansa perlindungan dan cinta, pertolongan dan taufik. Hal
itu karena firman Allah Ta’ala,
“Sesungguhnya
Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.”
(An-Nahl: 128)
“Dan
sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Ankabut:
69)
“
Janganlah kamu berduka cita, sesunggunya Allah beserta kita.” ( At-Taubah:
40 ).
Seorang ahli dzikir adalah orang
yang besar begiannya ketika mendapatkan kebersamaan tersebut, sebagaimana
disebutkan dalam hadits qudsi. “Aku
bersama hamba-Ku jika dia berdzikir kepada-Ku. Dengan-Ku kedua bibirnya
bergerak.” ( Diriwayatkan Ahmad 2/540. dishahihkan Al-Albani. Lihat Shahih Al-Jami’, no. 1906 )
41. Dzikir itu
seimbang dengan satu tebasan pedang di jalan Allah Ta’ala setelah
menginfakkan harta dan menunggang di atas punggung kuda di atas jalan
Allah Ta’ala.
42. Bahwasannya
dzikir adalah pokok kesyukuran. Tidak dikatakan bersyukur kepada Allah Ta’ala selama
belum dzikir kepada-Nya.
43. Bahwasannya
makhluk yang paling mulia di sisi Allah Ta’ala
adalah dari kalangan orang-orang beriman yang lisannya selalu basah karena
dzikir kepada-Nya. Maka, dia menjadi orang yang ditetapkan di atas perintah dan
larangan-Nya. Dzikirnya dijadikan syiar,dan ketakwaan memutlakkan dirinya untuk
masuk surga dan selamat dari api neraka.
44. Bahwasannya
tiada yang bisa menghilangkan sifat kekerasan hati, kecuali dzikir kepada
Allah Ta’ala. Seseorang berkata kepada Al-Hasan Al- Bashri Rahimahullah. “Wahai Abu Said, aku
mengadukan kepada engkau tentang kerasnya hatiku?” dia menjawab, “Leburkan
dengan dzikir.”
45. Bahwasannya
dzikir adalah kesembuhan dan obat bagi hati. Lalai adalah penyakitnya.
Hati-hati pada sakit dan kesembuhan serta obatnya ada dalam dzikir kepada Allah
Ta’ala.
46. Bahwasannya
dzikir adalah dasar dalam memanifestasikan Allah Ta’ala sebagai satu-satunya penolong, sedangkan lalai adalah dasar
sikap permusuhan dengan-Nya. Seorang hamba selama masih dzikir kepada Rabbnya
sehingga mencintai-Nya dan akhirnya menjadikan-Nya sebagai satu-satunya
Penolongnya. Dan selama seorang hamba lalai kepada-Nya sehingga dia benci
kepada-Nya lalu memusuhi-Nya.
47. Bahwasannya
dzikir adalah sesuatu yang mampu menarik berbagai macam nikmat Dari Allah
Ta’ala dan tidak ada sesuatu yang mampu mencegah berbagai macam bencana
sebagaimana dzikir. Jadi dzikir menarik berbagai macam nikmat dan mencegah
berbagai macam bencana. Sebagian kalangan salaf berkata, “Betapa buruk
kelalaian itu dibanding dzikir, yaitu orang yang tidak lalai untuk bakti
kepada-Mu.”
48. Dzikir
memastikan shalawat dari Allah ‘Azza wa Jalla dan para malaikat-Nya kepada
orang yang berdzikir itu. Siapa saja yang Allah Ta’ala dan para malaikat-Nya
bershalawat atas-Nya, maka dia telah beruntung dan menang yang sesungguhnya.
“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama)
Allah, dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu
pagi dan sore. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan
ampunan untukmu)…” (Al-Ahzab: 41-43)
49. Bahwasannya
barangsiapa yang ingin tinggal dalam
taman surga, hendaknya dia banyak tinggal dalam majelis dzikir. Majelis dzikir
adalah taman surga.
50. Bahwasannya
majelis dzikir adalah majelis para malaikat. Tiada majelis-majelis di dunia ini
yang menjadi majelis mereka, kecuali majelis yang di dalamnya dzikir kepada
Allah. Sebagaimana telah ada dalam sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Sesungguhnya
Allah itu memiliki para malaikat yang selalu berkeliling di jalan-jalan untuk
mencari ahli dzikir.” (Muttafaq ‘alaih, Al-Bukhari no. 6408, Muslim no.
2789)
51. Bahwasannya
Allah Ta’ala membanggakan para ahli dzikir kepada para malaikat-Nya.
Sebagaimana telah dikabarkan dari Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘Anhu, berkata, “Mu’awiyah keluar prig menuju sebuah
halaqah di masjid, lalu berkata, “Apa yang menjadikan kalian duduk di sini?”
Mereka menjawab, “Kami duduk untuk berdzikir kepada Allah Ta’ala.” Dia berkata,
“Apakah Allah tidak menjadikan kalian duduk, kecuali hanya untuk itu?” Mereka
menjawab, “Allah tidak menjadikan kami duduk melainkan hanya untuk itu.” Dia
berkata, sedangkan aku tidak akan bersumpah karena menuduh kalian semua.” Dia
juga berkata, “Tiada seorangpun yang setingkat denganku yang lebih sedikit
pembicaraannya daripada Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam lebih sedikit pembicaraannya dari padaku. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar
menuju ke sebuah halaqah para shahabatnya, lalu bersabda, ‘Apa yang menjadikan
kalian duduk di sini?’ Para shahabat menjawab, ‘Kami duduk untuk dzikir kepada
Allah Ta’ala, memuji-Nya atas petunjuk-Nya untuk kami kepada Islam dan dengan
Islam Dia menganugerahi kami dengan kehadiran engkau,’ Beliau bertanya, ‘Apakah
Allah tidak menjadikan tidak menjadikan kalian duduk, melainkan hanya untuk itu?’ Mereka menjawab, ‘Demi
Allah, Dia tidak menjadikan kami duduk melainkan hanya untuk itu.’ Beliau
bersabda, ‘Ketahuilah sesungguhnya aku tidak bersumpah untuk menuduh kalian.
Akan tetapi, Jibril ‘Alaihissalam telah datang kepadaku dan menyampaikan bahwa
Allah membanggakan kalian semua kepada para malaikat.’” (Diriwayatkan Muslim
no. 2701)
52. Bahwasannya
semua amal itu disyariatkan untuk menegakkan dzikir kepada Allah ‘Azza wa
Jalla. Sehingga yang dimaksud dengannya adalah dihasilkannya dzikir kepada
Allah Ta’ala. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “…Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (Thaha: 14)
Disebutkan dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘Anhu bahwa dia ditanya,
“Amal apakah yang paling afdhal itu?”
Dia menjawab, “Dzikir kepada Allah Yang Maha Besar.”
53. Bahwasannya
ahli suatu amal yang paling afdhal adalah mereka yang dalam amalnya itu paling
banyak berdzikir kepada Allah Ta’ala. Maka, sebaik-baik puasa adalah yang paling
banyak berdzikir kepada Allah Ta’ala dalam puasanya. Sebaik-baik para jama’ah
haji adalah yang paling banyak berdzikir kepada Allah. Sebaik-baik orang yang
bersedekah adalah yang paling banyak berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla ….
demikian dalam semua amal.
54. Mendawamkan
dzikir mampu menggantikan berbagai ibadah tathawwu’
(ibadah sunnah). Baik yang bersifat badaniah maupun harta seperti haji
tathawwu’. Hal itu ditegaskan dalam satu hadits dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu bahwa orang-orang
kafir yang turut dalam Hijrahdatang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu mereka berkata, “Wahai
Rasulullah, orang-orang kaya bisa melakukan berbagai amal yang tinggi
derajatnya dan menikmati kesenangan yang terus-menerus. Mereka menunaikan
shalat sebagaimana kami menunaikan shalat. Mereka berpuasa sebagaimana kami
berpuasa. Sedangkan mereka memiliki kelebihan harta yang bisa mereka gunakan
untuk menunaikan ibadah haji, umrah dan berjihad?” Beliau bersabda, “Maukah kau
kuajarkan kepada kalian sesuatu yang dengannya kalian bisa mengejar orang yang
mendahului kalian, dan orang-orang di belakang kalian akan mendahului dengannya sehingga tiada seorang pun lebih
utama dari pada kalian, kecuali orang yang melakukan apa-apa yang kalian
lakukan?’ Mereka menjawab, ‘Ya, wahai
rasulullah.’ Beliau bersabda, ‘Bertasbihlah, bertahmidlah, dan bertakbirlah
setiap usai shalat…’.” (Muttafaq ‘alaih, Al-Bukhari no. 843, Muslim no. 595)
Beliau menjadikan dzikir sebagai
ganti dari berbagai ibadah yang luput
dari mereka, seperti: haji, umrah,dan jihad. Beliau juga menyampaikan bahwa
mereka ini akan bisa mengalahkan mereka itu dengan dzikir ini.
55. Bahwasannya
dzikir kepada Allah Ta’ala adalah
sesuatu yang paling besar yang mampu membantu seseorang untuk taat kepada-Nya.
Dzikir membuat ketaatan menjadi sesuatu yang sangat dicintai seorang hamba,
menjadikannya sangat mudah, sangat lezat, dan penyejuk mata baginya.
56. Bahwasannya
dzikir kepada Allah Ta’ala merubah yang sulit menjadi mudah, merubah yang rumit
menjadi sederhana, dan meringankan berbagai hal yang berat.
57. Bahwasannya
dzikir kepada Allah Azza wa Jalla menghilangkan semua hal yang menakutkan dalam
hati dan memiliki pengaruh yang menakjubkan dalam pencapaian rasa nyaman. Tiada
sesuatu yang paling bermanfaat bagi orang yang mengalami rasa takut yang
teramat sangat selain dzikir kepada
Allah Ta’ala.
58. Bahwasannya
dzikir memberi kekuatan, sehingga dia mampu melakukan apa-apa yang tidak mampu
dia lakukan. Tidak kah anda melihat bagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepada putrinya
(Fathimah) dan menantunya (Ali Radhiallahu
‘Anhuma) agar bertasbih 33 kali,bertahmid 33kali , dan bertakbir 34 kali
setiap malam billa keduanya hendak tidur. Pernah Fathimah meminta kepada beliau seorang
pembantu dan mengeluhkan pekerjaannya menumbuk tepung, mengambil air, dan
melakukan berbagai macam tanda bakti. Beliau mengajarkan hal itu kepadanya lalu
bersabda, “Sesungguhnya itu lebih baik bagi kalian berdua dari pada seorang
pembantu.” (Diriwayatkan Al-Bukhari no. 3705 dan Muslim no. 2727).
Maka dikatakan bahwa orang yang
mendawamkan dzikir itu akan mendapatkan kekuatan sepanjang harinya
sehingga tidak perlu lagi pembantu.
59. Bahwasannya
semua amal untuk kepentingan akhirat selalu dalam bentuk diperlombakan.
Orang-orang ahli dzikir adalah mereka yang menang dalam bentuk lomba itu.
60. Banyak
berdzikir kepada Allah ‘Azza wa Jalla adalah pengaman dari kemunafikan. Maka
sesungguhnya seorang munafik adalah orang yang sangat sedikit dzikir kepada
Allah ‘Azza wa Jalla. Allah Ta’ala berfirman tentang orang-orang munafik, “Dan tidaklah mereka
menyabut Allah kecuali sedikit sekali.” (An-Nisa’:142)
Ka’ab berkata, “Barangsiapa banyak
berdzikir kepada Allah, maka dia akan bebas dari kemunafikan.”
0 komentar:
Posting Komentar